Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua orang, dan semua itu akan terasa di saat sebuah keluarga menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan hak masing-masing baik suami ataupun istri dalam sebuah keluarga. Rumah tangga yang harmonis akan membuahkan ketenangan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu berorientasi ke arah itu walaupun dalam aplikasi memakai cara yang berlawanan dengan tujuan tadi.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang dan menyenangkan. Ada kalanya kehidupannya begitu ruwet dan memusingkan. Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing.
Terlepas dari kewajiban dan hak seorang istri terhadap suami atau sebaliknya, pada kesempatan kali ini tidak akan membahas mengenai kewajiban dan hak tersebut akan tetapi akan membahas mengenai Nusyuz. Masalah ini akan terjadi di saat suami atau istri tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan hak mereka masing-masing dalam sebuah keluarga.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang dan menyenangkan. Ada kalanya kehidupannya begitu ruwet dan memusingkan. Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing.
Terlepas dari kewajiban dan hak seorang istri terhadap suami atau sebaliknya, pada kesempatan kali ini tidak akan membahas mengenai kewajiban dan hak tersebut akan tetapi akan membahas mengenai Nusyuz. Masalah ini akan terjadi di saat suami atau istri tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan hak mereka masing-masing dalam sebuah keluarga.
- Pengertian Nusyuz
Menurut Hamid (1977 : 250) nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak suami yang tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya. Dan penolakan tersebut bukanlah sifat nusyuz ( durhaka ).
Sementara menurut Rasyid ( 1994: 398 ) nusyuz adalah apabila istri menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut hukum syara’, tindakan itu dipandang durhaka.seperti hal-hal dibawah ini :
- Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi istri tidak mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tanpa izin suami.
- Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri, kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan bukan karena minta pindah kerumah yang disediakan oleh suami.
- Umpamanya istri menetap ditempat yang disediakan oleh perusahaanya, sedangkan suami minta supaya istri menetap dirumah yang disediakannya, tetapi istri berkeberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.
- Apabila istri bepergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya, walaupun perjalanan itu wajib, seperti pergi haji, karena perjalanan perempuan yang tidak beserta suami atau mahram terhitung maksiat.
-
- Cara Mengatasi Nusyuz
Firman Allah dalam QS. an-Nisa : 34
وَالاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَتَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya: “Wanita-wanita yang khawatirkan kedurhakaanya (nusyuz), maka nasihatilah mereka, dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membahayakan). Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari jalan untuk memisahkan mereka. Sesungguhnya Allah Swt Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang durhaka yaitu :
- Suami berhak memberi nasihat kepada istrinya bila tanda-tanda kedurhakaan istri sudah tampak.
- Sesudah nyata durhakanya,suami berhak berpisah tidur dari istrinya.
- Sesudah dua pelajaran tersebut ( nasihat dan berpisah tidur ), kalau istri masih terus juga durhaka, suami berhak memukulnya.
Akibat kedurhakaan itu maka hilanglah hak istri yaitu menerima uang belanja, pakaian dan pembagian waktu.berarti dengan adanya durhaka istri, maka ketiga perkara tersebut menjadi tidak wajib atas suami dan istri tidak berhak menuntut.
Firman allah Swt dalam QS. al-Baqarah : 228
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya :
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban (terhadap suaminya) menurut cara yang ma’ruf.”
Menurut Hakim dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam (2000 : 108) cara untuk mengatasi nusyuz adalah dengan mengadakan perundingan antara suami istri untuk membereskan serta menghilangkan kesalahpahaman dan memecahkan masalah tersebut bersama. Usaha ini menurut islam disebut dengan istilah ishlah, yaitu upaya perdamaian yang diusahakan oleh kedua belah pihak. Upaya ishlah ini divisualkan dalam bentuk musyawarah. Dengan musyawarah serta keinginan yang baik, maka tidak ada masalah yang sulit yang tidak dapat dipecahkan.
Al-Quran memperingatkan wanita untuk berbuat sesuatu manakala terjadi ketidakberesan, ketidakserasian, atau miskomunikasi antara istri dan suaminya. Jadi, wanita dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi kemelut dalam keluarga, mengajak suaminya untuk merundingkan problema yang menjadi ganjalan diantara mereka, dalam upaya memperbaiki hubungan mereka, seperti dijelaskan dalam al-Quran surat An-nisa : 128
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلاَجُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرُُ
Artinya :
“Apabila wanita (istri-istri) terjadi pembangkangan (nusyuz) dan pertentangan (sikap acuh tak acuh) dengan suaminya. Maka tidaklah mengapa bagi keduanya untuk mengadakan perdamaian, dan perdamaian adalah sesuatu yang baik”.
Apabila salah satu pihak benci terhadap yang lain, hendaklah jangan mengharapkan atau melihat kesalahan sedikit pun diantara mereka. Padahal bisa saja satu atau dua hari saja sudah hilang kesalahannya bahkan mungkin hanya beberapa saat saja. Selanjutnya, yang timbul justru suatu sebaliknya, yaitu kerinduan. Oleh karena itu, masalah didalam rumah tangga janganlah terlalu dianggap serius, anggap saja sebagai bumbu perkawinan. Dalam hal ini Al-quran Q.s An-nisa 19, memberi peringatan yaitu.
فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya :
“Apabila kamu tidak senang kepada istri, maka boleh jadi apa yang kamu tidak senang tadi justru Allah SWT membuat kebaikan yang banyak”.
Perkawinan sebagai sesuatu yang suci hendaklah dipertahankan keutuhan serta keharmonisan. Ini merupakan tugas mereka yang terlibat didalamnya. Terciptanya kebahagiaan dan ketenteraman rumah tangga sangat bergantung pada apakah suami istri telah melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing. Disamping itu apakah mereka telah berusaha menyelami tabiat, kebiasaan, temperamen, watak, dari pasangan hidupnya. Apabila semua itu telah mereka lakukan, dapat dipastikan bahwa kehidupan perkawinan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Apabila kemelut keluarga diakibatkan oleh suami, maka istri harus mempunyai strategi yang handal dalam meluluhkan nusyuz suami.
Menurut Ghanim (1993 : 63) cara untuk mengatasi nusyuz suami yaitu dengan cara membaikinya. Misalnya, dilakukan dengan mengurangi tuntutan-tuntutan material atau hal-hal lain yang menjadi hak dari suaminya. Sebab, kebanyakan yang menjadi penyebab kejengkelan dan kesulitan seorang suami adalah tingginya tuntutan istri terhadap hal - hal yang tidak mungkin diupayakan (di luar jangkauan) sang suami.
Dalam menghadapi hal semacam ini, diharapkan istri dapat mengurangi atau menyederhanakan tuntutan - tuntutan tersebut demi menjaga keutuhan keluarga dan keselamatan anak - anak ( jika memang ada ). Hal ini adalah salah satu bentuk pengorbanan sang istri untuk menjaga keutuhan keluarganya. Jika dia telah berusaha kearah sana, maka tidak ada dosa baginya. Akan tetapi jika dia memilih pisah dari suami tanpa ada upaya untuk berkorban, berarti dia telah melakukan suatu kesalahan. Padahal damai ( istilah ) adalah jalan yang paling baik. Demikian juga, sang suami pun dituntut untuk bisa menjembatani jurang kesenjangan antara keduanya.
Di sisi lain, Al-Quran juga menyinggung bahwa manusia itu mempunyai tabiat kikir, baik kikir harta maupun kikir perangai. Dan sebagai jalan keluarnya Al-quran menawarkan pendekatan keimanan kepada para suami agar mereka mampu mengalahkan tabiat kikir dalam hal beri-memberi terhadap sang istri.
Firman Allah SWT dalam Q.S An-nisa : 128.
وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya :
“Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memerihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya allah SWT maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Jika usaha-usaha tersebut tidak mampu untuk bisa mengokohkan hubungan keduanya, maka jalan ( talaq ) adalah jalan baik. Islam tidak ingin membelenggu perkawinan dengan rantai dan tali-tali yang menyulitkan. Akan tetapi islam juga mengikatnya dengan cinta kasih dan pertolongan. Firman allah SWT dalam Q.S An-nisa. : 130,
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلاًّ مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
Artinya :
“jika keduanya bercerai, maka allah SWT akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunianya. Dan adalah maha luas (karunianya) lagi maha bijaksana." -
No comments:
Post a Comment
Hal terindah dalam hidup adalah ketika dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain